Langsung ke konten utama

TERLALU DINI UNTUK MENYALAHKAN DIRI SENDIRI

 


Terlalu Dini untuk Menyalahkan Diri Sendiri

 

Terobsesi terhadap diri sendiri merupakan salah satu sifat ambisius dalam mengejar sesuatu. Mengorbankan segala cara untuk mendapatkan hal tersebut. Walaupun hal itu mungkin tidak bermakna baginya, hanya karena ingin membuktikan pada orang lain bahwa ia bisa melakukan segalanya dan senang dengan hal yang telah ia perbuat.

Memiliki kepribadian obsesif merupakan suatu tindakan untuk melakukan sesuatu dengan sempurna dan tertata, serta tidak menoleransi kesalahan bahkan sekecil apapun. Ia selalu ingin berbuat semaksimal mungkin untuk mendapatkan apapun yang ingin ia dapatkan, walaupun bukan untuk dia seutuhnya.

Orang dengan kepribadian seperti ini, sering kali menyalahkan diri sendiri, apabila yang ia inginkan atau yang ia lakukan tidak berhasil untuk didapatkan. Alhasil, ia akan mengkritik dirinya habis-habisan, menyalahkan kalau semua itu adalah kesalahannya. Tidak masalah sih,  justru ini bisa dikatakan hal yang positif, karena dia bisa mengoreksi jika ada yang salah dengan tindakannya. Namun, apabila sering dilakukan maka tidak ada bagusnya diri ini dalam pandangan kita sendiri. Mulai menyalahkan, menjelekkan, bahkan membesar-besarkan kesalahan diri sendiri.

Mulai untuk mengingat masa lalu, yang membuatnya trauma untuk melakukan hal yang bisa jadi merupakan pengembangan dan penemuan jati dirinya sendiri. Masa lalu kelam dengan versinya akan datang dengan sendirinya. Mungkin, di masa kecil ia pernah mengalami perlakuan yang bisa membuatnya down dan tidak mau mengulangi hal itu, padahal hal tersebut merupakan hal yang positif.

Akhirnya depresi!, sehingga menyebabkan orang yang mengalaminya tidak akan percaya terhadap dirinya sendiri, selalu menyalahkan bahwa ia pelaku dari setiap kesalahan.

Padahal, banyak faktor lain yang bisa ia lakukan selain menyalahkan dirinya sendiri. Orang-orang seperti ini terlihat kuat ketika berhadapan dengan orang lain, Ketika bergaul dengan teman, sahabat, keluarganya, dan bahkan dengan orang yang ia sayangi. Ia pandai untuk menutupinya, tertawa bahagia di wajah, namun tangis haru di hati.

Namun, disaat sendiri, sepi mulai menyelimuti, tak ada harapan yang pasti, hanya dekapan iri yang tak terganti. Pikiran obsesif ini selalu menjadi pengkerdilan untuknya melakukan suatu hal yang bisa jadi penemuan karakter yang ia cari. Terlalu dini untuk menyimpulkan bahwa semua itu hanya kesalahan diri. Cobalah untuk mengkaji lebih dalam lagi, agar bisa tau penyebab terjadinya semua ini. Agar diri ini tidak selalu menjadi korban keganasan obsesif yang kita lakukan. Buka mata dan buka hati, agar tau apa yang harus dilakukan.

 

berlanjut... 

Komentar