Perkara jodoh, memang menjadi hal yang
sensitif bagi kita yang saat ini masih sendirian, yang belum menemukan sosok pendamping
seperti yang diinginkan.
Sosok yang pantas itu seperti apa? Timbul
pertanyaan tentang jodoh yang pantas menurut kita itu seperti apa? Idealnya kita
itu seperti apa?
Jika kita terus mencari yang
bagus-bagusnya saja, sampai kiamat pun jodoh tidak akan pernah kita jumpa, ia
selalu hadir dengan persepsi kekurangan yang ada.
Ditunggu apa Dicari, merupakan dua hal
yang sungkar untuk dipilih, pertanyaan yang menandakan bahwa kita kurang
bersyukur dengan kehadiran mereka yang silih berganti kita biarkan.
Alasannya ya tadi, kurang inilah,
kurang itulah, tidak bisa inilah, tidak bisa itulah, dan sebagainya.
Lantas, jodoh yang baik menurut kita
itu seperti apa? Cak Nun sapaan akrabnya memberikan pandangan bagi kita, bahwa
jodoh bukan perkara dicari dan ditunggu.
Akan tetapi kita berlaku sebagai
lelaki yang santun, yang baik, dan punya kebiasaan baik. Itu menandakan kita
sebagai pekerja keras, dan Istiqomahnya kita! Tapi kalau kita tidak compatible
terhadap jodoh sendiri, tidak punya daya magnetik terhadap jodoh, ya jodoh gak
akan datang.
Syukuri yang ada, terima kelebihan dan
kekurangan yang ada, jangan pernah memberikan perspektif berlebihan pada mereka
yang selalu tampil sempur namun selalu kurang di depan mata kita.
Kekurangan itu akan menjadi benih
cinta yang selalu kita rindukan kehadirannya. Dan kebalikannya, kelebihannya
akan menjadi penghalang bagi kita untuk bisa bersamanya.
Jadi, sekarang bukan perkara ditunggu
apa dicari, melainkan perkara penerimaan kita terhadapnya.
Sehingga terjalin rasa yang tak pernah
habisnya, membuat hubungan kita dengannya selalu seperti bunga yang bermekaran.
Tumbuh dan tumbuh, berkembang dan
terus berkembang. Melambangkan akan suburnya cinta yang dipupuk dengan
penerimaan kekurangan dan kelebihan yang tampak di depan mata.
Komentar
Posting Komentar