Langsung ke konten utama

TERTIPU DENGAN NOSTALGIA SEMATA

 



Sebuah kebanggaan tersendiri memiliki deretan palstik emas, dan kertas kanvas yang bertintakan, Juara 1, juara 2, juara 3 dan seterusnya. Pencapaian itu merupakan kerja sederhana, namun hasilnya sedikit mecerna. Siapa yang tidak bangga dengan pencapain itu, tidak semua orang yang bisa mendapakannya. Sebuah kesempatan yang luar biasa bisa mendapatkan hal-hal tersebut, apalagi pendapatan itu sangat-sangat bergengsi baik di mata sendiri maupun orang lain.

Saking seringnya juara, sampai lupa, apa rasanya ketika berada di bawah? Tujuan untuk menang, selalu mengiang berimbang dengan proses yang dikerjakan. Hanya fokus dan fokus itu yang selalu menjadi andalan dalam menjalankannya, sebenarnya penghargaan-penghargaan yang disebutkan diatas hanyalah sebagai hadiah semata, yang akan menjadi motivasi untuk terus berada di lingkaran itu, hingga akhirnya akan menjadi kenangan.

Implementasi dari prestasi-prestasi itu adalah pujian. beragam kata, beragam makna, dan beragam cara yang mereka lakukan untuk membuat hati ini gembira dengan pujian-pujian yang dilotarkan. Tak hanya sekali, puluhan kali, ratusan kali, bahkan ribuan kali, rangsangan itu di sampaikan.

Sebagai penerima, tak banyak yang bisa dibuat, hanya senyum manis bisa dikatakan senyum pahit juga bisa, mereka hanya bisa melihat Ketika puncak itu menghampiri kita, tapi tidak membuka mata ketika bagaimana proses puncak itu menghampiri kita. Sayangnya sebagai objek, kita terlena dengan kata-kata manis di depan pahit dibelakang, berpestaria dengan kata-kata beracun yang tak semua orang mengetahui, bahwa racun  itu sangat berbahaya.

Bernostalgia di lingkaran itu akan membautnya naik drajad, naik pangkat, ataupun yang lainnya. Satu per satu ucapan itu selalu dilayani dengan kesenangan menjatuhkan, bukan mereka ikut gembira melainkan untuk dapat merobohkan singgasana yang sudah kita bangun. Untuk apa lagi di respon, namun sayangnya rasa ketidak enaan selalu menghantui untuk menghargai setiap ucapan yang lepas dari bibir mereka.

Cobalah untuk membuka mata selebar-lebarnya, jika tidak mampu setengahnya saja, jika tidak mampu juga, cobalah untuk memikirkannya. Apa untungnya buat kita? Hanya kata-kata yang bisa dirasa semata, namun tak menjamin dengan kesenangan kita. Cobalah sekali lagi untuk berfikir luas, betapa banyak orang yang terpuruk hanya dengan kata-kata, bukan hanya kata-kata makian, pujian juga termasuk.

Jika sudah lewat, apakah masih ada yang peduli dengan prestasi yang sudah di raih. Semuanya akan beralih pada pemenang selanjutnya, semua akan tertuju pada pejuang selanjutnya. Sedangkan kita yang hanya bisa bernostalgia pada masa lalu yang selalu di agung-agungkan. Ingat Bro! itu masa lalu, sekarang apa yang bisa di banggakan?

Hanya keterpurukan yang tersisa, menyiksa batin yang sudah lama kosong. Kosong dengan kata sebenarnya, bukan hanya empati semata. Kalau sudah begini, siapa yang mau disalahkan, hanya diri sendiri yang akan menanggung semuanya. Mereka? Mereka hanya berfokus pada orang-orang yang berjuang dengan tujuan untuk dirinya sendiri. Bukan pujian ataupun cacian mereka.


Komentar