Kukira
akar, ternyata kaki yang sedang terbujur kaku di kamar. Kukira akar yang
melakukan pergerakan, ternyata sedang Asik mendengarkan celotehan idola di
Instagram, sampai lupa pada mimpi yang ingin diselam. Terlalu asik bermain di
zona nyaman, sampai lupa dengan kondisi jalanan.
Teringat
ucapan Soe Hok Gie, “Orang-Orang seperti kita, tidak pantas mati di tempat
tidur.” Benar saja, orang tersebut mati terhormat di gunung Semeru. Sungguh
sungkan untuk mengucapkan, apa yang sedang ia perjalankan. Ia rela meregang
napas di tempat yang membentuk jati dirinya.
Itu
adalah sebuah pilihan, yang menjadikan mereka susah nyaman di zona yang mereka
inginkan, lebih tepatnya zona yang sebab atas pilihan. Mereka memilih untuk
bergerak, karena ada tujuan yang harus dicapai, bukan hanya guling sana dan sini,
lalu membuat janji pada diri sendiri ingin mandiri, namun tidak ada tindakan
yang mewakili diri.
Ingin
sukses, tapi tidak mau berproses. Ingin bahagia, tapi lupa caranya bahagia. Mau
mandiri, tapi tidak ada usaha dari diri sendiri.
Ah
dasar, aku terlalu memanjakan diri.
Padahal
berasal dari sebongkah senyawa, yang menjelajar di kehidupan nyata. Tanpa meminta,
membuka dan menutup mata di tempat yang sama.
Percuma
membohongi diri, kalau hanya untuk memberikan harapan yang tak pasti. Berjalan seperti
orang yang mati, dilihat hanya sebatang tulang yang kulit dibeliti.
Kalau
ingin seperti akar, yang menjalar tanpa perintah orang luar. Berjalanlah mandiri,
seperti orang tahu tujuan diri. Bukan hanya sekedar menjalar, tapi tidak tahu
arah jalan akarnya.
Coba
saja, jikalau itu memang jalannya, pasti akan dipermudah dengan segala cara
yang ada.
Komentar
Posting Komentar