Sewaktu
pulang kampung, aku diajak menemani Bapak untuk mengangkat bubu. Buat
teman-teman yang tidak tahu bubu, bubu itu sejenis perangkap ikan
yang disebarkan di banyak sungai dan lautan. Bukan hanya ikan yang
terperangkap, udang, ular, kepiting, bahkan perasaanmu juga. Hehe canda ya!
Sejak
pertama kali aku ikut, ada magnet yang seakan selalu membawaku untuk hadir ke
sana. Suananya tenang, jauh dari hiruk pikuk kebisingan, dan bisa menetralkan
suasana sebelum kembali ke dunia perang. Mungkin itu salah satu sebab, kenapa
setiap kali pulang aku ingin terus untuk ikut Bapak ke laut.
Padahal
waktu dulu, di masa remajaku, tidak mau aku ikut ketika diajak ke sana, atau
berbau tentang itu. Mungkin bosan, karena sebelumnya setiap akhir pekan
liburanku selalu di laut, menyisiri tepian sungai yang membentang luas, perahu
sederhana sebagai alat pembawanya, dan lompatan ikan serta banyaknya udang
sebagai hiburannya.
Menurutku
dulu biasa saja, tidak ada yang bagusnya, kecuali dapat udang gala, yang
sebesar paralon rumah tangga. Selain itu? Tidak ada rasanya.
Candu
itu baru datang membelenggu. Membawa suasana baru, menghempaskan diri pada aktivitas
yang ambigu. Aku pernah naik bukit, yang rasanya sungguh indah di pagi hari.
Aku juga pernah ke pantai dan pulau, yang menemani hari di saat matahari
tenggelam dan bergantian dengan bulan.
Namun
ketika di laut, aku merasakan keduanya. Suasana hening, hempasan gelombang menghiasi
dan menemani tat kala bulan dan matahari bergantian untuk menyinari.
Ah
… rasanya terlalu berlebihan aku memuji, yang pada dasarnya semua ciptaan Tuhan
memang layak untuk disyukuri.
Komentar
Posting Komentar